Sumbawa Barat – Indeks Ketahanan Pangan (IKP) untuk Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Tahun 2023 lalu yang direlease Badan Pangan Nasional, mendapat predikat terbaik di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kepala Dinas Ketahahan Pangan Sumbawa Barat, melalui Kabid Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Ir. Darmini mengatakan, IKP Sumbawa Barat berada diurutan ke-39 dari seluruh Kabupaten yang ada di Indonesia.
“ Ini tentu patut kita syukuri dan terus kita upayakan untuk dipertahankan, meski saat ini kita berada di tengah situasi yang tidak menentu seperti keadaan cuaca dan lain sebagainya yang sangat menentukan masalah pangan kita,” tandas Ir. Darmini kepada KMC Media Group, Selasa (27/2/24).
Dijelaskan Darmini, Ketahanan Pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Darmini menambahkan, Pembangunan ketahanan pangan dan gizi dilakukan secara sistemik dengan melibatkan lintas sektor. Pendekatan ini diarahkan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang memadai melalui produksi pangan domestik dan perdagangan; tercapainya stabilitas ketersediaan dan akses pangan secara makro-meso dan mikro. Kemudian tercukupinya kualitas keragaman dan keamanan pangan dan kuantitas konsumsi pangan yang didukung oleh perbaikan infrastruktur.
“ Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan dukungan kebijakan ekonomi makro yang mampu mewujudkan stabilitas ekonomi menjamin stabitas pasokan dan harga pangan.” katanya.
Adapun indikator IKP itu sendiri, menurut Darmini ada Sembilan indikator yakni, Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap produksi bersih, Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65 persen terhadap total pengeluaran, Persentase rumah tangga tanpa akses listrik, Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun, Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk, Persentase balita dengan tinggi badan di bawah standar (stunting) dan Angka harapan hidup pada saat lahir.
Terakhir Darmini memaparkan, Metode IKP digunakan yakni metode pembobotan untuk menentukan tingkat kepentingan relatif indikator terhadap masing-masing aspek ketahanan pangan. Metode pembobotan dalam penyusunan IKP mengacu pada metode yang dikembangkan oleh EIU dalam penyusunan GFSI. Goodridge (2007) menyatakan jika variabel yang digunakan dalam perhitungan indeks berbeda, maka perlu dilakukan secara tertimbang (pembobotan) untuk membentuk indeks agregat yang disesuaikan dengan tujuannya.
“Penentuan besaran bobot yang digunakan diperoleh melalui expert judgement. Bobot untuk setiap indikator mencerminkan signifikansi atau pentingnya indikator tersebut dalam IKP Kabupaten/Kota dan Provinsi.” demikian terang Darmini.(K1)
Kerjasama Publikasi KMC News dengan Diskominfo KSB