Sumbawa Barat — Kebijakan mutasi sejumlah Pegawai dilingkup Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dalam 100 hari pertama pemerintahan H. Amar Nurmansyah dan Hj. Hanifah menuai kritik tajam dari berbagai kalangan termasuk akademisi.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan Publik (PKKP) Universitas Cordova, Lalu Mustakim Patawari,S.TP.,M.Si menyebut bahwa janji meritokrasi yang digaungkan saat kampanye belum tercermin dalam praktik pemerintahan saat ini.
“Mutasi yang terjadi lebih mencerminkan ekspresi balas dendam politik dibandingkan upaya memperbaiki kinerja birokrasi. Penempatan aparatur seringkali tidak berbasis kompetensi, melainkan kedekatan dan loyalitas,” tegasnya.
Pandangan ini diperkuat oleh sejumlah elemen masyarakat dan tokoh lokal yang menganggap kebijakan mutasi tersebut berdampak negatif terhadap ekonomi, keselamatan, dan psikologi PTT.
Beberapa masalah yang muncul akibat kebijakan mutasi tersebut di antaranya:
Beban Ekonomi Bertambah : Jarak kerja yang jauh, seperti dari Seteluk ke Sekongkang, menyebabkan biaya transportasi membengkak dan menggerus penghasilan pegawai.
Efektivitas Kinerja Menurun : Penempatan lintas bidang, seperti dari Satpol PP mutasi ke TK atau SD, dipandang mengurangi efektivitas.
Risiko Keselamatan Tinggi : Jarak tempuh panjang, terutama bagi pegawai perempuan, meningkatkan potensi kecelakaan lalu lintas.
Dampak Psikologis : Suasana kerja berpotensi menjadi kurang kondusif akibat rasa ketidakadilan dan ketidaknyamanan di kalangan pegawai.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat melalui Kepala BKSDM, Drs. Mulyadi dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa mutasi adalah bagian dari penyegaran organisasi untuk mendorong peningkatan kinerja, dan merupakan hal yang biasa dalam dinamika birokrasi.(K1)