Sumbawa Barat – Topik dunia tambang di Bumi Pariri Lema Bariri belakangan ini menjadi bahasan yang cukup hangat. Tidak sedikit pegiat media sosial di Kabupaten Sumbawa Barat mengulasnya di lini masa masing-masing, dan mengundang beragam komentar dari warganet.
Salah satu isu yang kerap mencuat adalah soal keberadaan kontraktor lokal. Kini, disebut-sebut hanya segelintir saja yang masih berkiprah dalam operasional tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Batu Hijau. Di sisi lain, kontraktor baru konon menghadapi tantangan besar untuk bisa mendaftarkan diri sebagai rekanan perusahaan tambang terbesar kedua di Indonesia tersebut.
Bagaimana kondisi sebenarnya di lapangan?
Reporter dan kontributor media ini melakukan penelusuran melalui observasi serta wawancara mendalam dengan beberapa tokoh yang selama ini berkecimpung di dunia kontraktor.
Salah satu kontraktor lokal yang sudah cukup lama menjadi rekanan atau vendor dalam proyek Batu Hijau adalah PT Catur Cahaya Niaga Mitra. Saat diwawancarai, Direktur perusahaan, Wawan Ardiansyah, mengatakan bahwa anggapan kontraktor lokal kini sudah punah tidak sepenuhnya benar.
“Memang kalau dibandingkan antara saat masih Newmont (PT Newmont Nusa Tenggara) dengan sekarang di bawah Amman (PT Amman Mineral Nusa Tenggara), pendekatannya agak berbeda. Dulu kontraktor lokal bisa dibilang sangat dimanjakan. Sekarang, kita dituntut untuk profesional dan mampu bersaing dengan kontraktor nasional. Kalau tidak mampu bertarung sendiri, maka pilihannya adalah bersinergi dengan pemain yang lebih besar. Pengalaman kami menunjukkan bahwa kontraktor lokal tetap mendapat kesempatan yang sama dengan rekanan dari luar.”
Hal senada disampaikan oleh Aminuddin atau akrab disapa Joy, pengusaha asal Jereweh yang kini memimpin PT Anugerah Maluk Nusantara.
“Setelah saya berhenti dari Amman, saya dan beberapa rekan eks-karyawan mendirikan perusahaan sendiri. Pengalaman selama belasan tahun di dalam membantu saya memahami standar dan prosedur. Biasanya pengusaha lokal kalah di modal dan jaringan. Tapi kalau mau berusaha lebih keras, pasti bisa.”
Saat ditanya apakah masih banyak kontraktor lokal yang aktif, Joy menjawab dengan yakin
“Perusahaan yang sudah ada sejak dulu dan masih eksis itu sebenarnya cukup banyak. Di Tongo, misalnya, ada BCA milik Pak Ustadz Rahmad, Ai Mira milik Paman Hasan, IHA SWISS milik Pak Idham, TMU yang spesialis sandblasting. Yang besar-besar seperti Gita Usaha Madani milik Pak Gani di bidang transportasi, DKS milik Vela, PT Tulu, PT Sangati dan PT Matano di labor supply, dan RBP. Di Maluk juga ada PT Fama milik Pak Akhyar, ahli fabrikasi alat berat. Di Taliwang ada Lawang Agung milik Pak Sarimin, dan Zasqindo milik Pak Molen. Masih banyak lagi. Bahkan beberapa perusahaan baru juga sedang dalam proses pendaftaran.”ujarnya.
Kontraktor kawakan Abdi, yang sudah terlibat sejak masa konstruksi tambang Batu Hijau, juga membantah anggapan bahwa kontraktor lokal kini tinggal nama
“Itu cuma anggapan dari orang-orang yang kurang informasi. Memang banyak perusahaan zaman Newmont sekarang sudah tidak eksis. Mereka tidak punya fondasi kuat, banyak yang cuma jadi makelar, sekadar cari fee, tanpa niat membangun usaha. Begitu transisi ke Amman, banyak yang bubar atau tinggal nama. Tapi yang serius dan punya perencanaan bisnis yang jelas, masih eksis dan berkembang.”katanya.
Nama-nama seperti Ridho Bersama dan Maluk Mitra Jaya, yang dulu hanya menyuplai tali dari sabut kelapa, kini tumbuh signifikan karena fokus pada pengembangan usaha.
Sementara itu, Irwansyah mengungkapkan sering kali justru pengusaha sendiri yang tidak siap saat ditawari pekerjaan oleh Amman.
“Jadi sudah tidak zamannya kontraktor lokal bersikap manja. Saya pernah bertemu langsung dengan pihak Supply Chain Amman, mereka sebenarnya punya target untuk melibatkan sebanyak mungkin kontraktor lokal. Tapi dari sisi kita juga harus ada keseriusan dan kesiapan.”imbuhnya.
Baik Wawan, Joy, Irwansyah, maupun Abdi, sepakat bahwa meskipun pendekatan Amman kini lebih kompetitif dan menuntut peningkatan kapasitas, kontraktor lokal tetap mendapat perlakuan khusus.
Di antaranya adalah pembayaran tagihan yang lebih cepat dan prioritas pekerjaan tertentu yang memang ditujukan untuk lokal. Hal ini dinilai sebagai bentuk komitmen Amman untuk mendorong kemajuan pengusaha lokal yang benar-benar serius dan profesional.(*)