oleh

Kirim Mahasiswa ke Negara Berfaham Komunis, DPRD NTB Kritik Gubernur

KMCNews, Mataram – Program beasiswa mahasiswa NTB untuk dikirimkan ke negara Polandia oleh Gubernur Zulkieflimansyah, menuai kritik kalangan DPRD. Salah satunya, Dr. TGH. Hazmi Hamzar. Politisi PPP itu menilai pengiriman mahasiswa NTB ke Polandia tidak tepat. Pasalnya, Polandia merupakan salah satu negara di dunia yang menganut faham komunis.

“Kalau pengiriman mahasiswa ke perguruan tinggi (PT) diluar negeri yang memiliki faham agama, kita setuju. Tapi, kalau mahasiswa kita dikirimkan ke PT-PT non agama seperti di Polandia, kita khawatir nanti pas baliknya mereka akan terdoktrin paham komunis,” ujar Hazmi kepada wartawan, Rabu (5/12).

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTSI) NTB itu menegaskan, pengiriman mahasiswa ke luar negeri dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di NTB, dirasa sangat positif. Hanya saja, kata Hazmi, faktor idiologi di negara yang menjadi tujuan juga perlu menjadi faktor pertimbangannya.

“Yang kita takut, sewaktu mereka pulang ke NTB, lalu nanti doktrin komunis mereka bawa ke sini (Indonesia) siapa yang akan bertangung jawab? Sekali lagi, mau diapakan masa depan anak-anak pintar di NTB, tapi ideologi bangsa Indonesia hancur,” tegas dia

Pemilik Yayasan Maraqittalimat NTB itu meminta Pemprov melalui Gubernur Zulkieflimansyah harus berpikir dua kali dalam mengirimkan generasi muda NTB berprestasi keluar negeri jika negara yang dituju memiliki doktrin dan ideologi tanpa agama alias komunis.

“Ingat, bencana paling besar ialah ketika bencana menyangkut keyakinan. Dan itu sulit memperbaikinya. Nah, kalau bencana alam bisa diperbaiki, kalau keyakinan butuh berabad-abad melakukan perbaikannya,” tambahnya.

Hazmi menyarankan, jika Pemprov ingin melaksanakan pengiriman mahasiswa NTB ke luar negeri, sebaiknya negara yang menjadi tujuan adalah negara beragama agar para mahasiswa bebas melaksanakan agamanya. Diantaranya, negara Perancis, Italia, Inggris dan Australia.

“Pak gubernur saya rasa sudah faham bagaimana kehidupan di luar negeri. Sejelek-jelek negara Australia, pemerintah mereka masih mentoleransi manakala ada siswa dari negara luar dan berbeda keyakinan untuk bisa beribadah sesuai keyakinan yang dianutnya,” tandas Hazmi Hamzar.

Ia menambahkan, pengalaman anak-anak NTB yang pernah bekerja dan bersekolah di Jepang dan Korea, seyogyanya menjadi acuhan terkait sangat sulitnya mereka beribadah saat adzan yang menjadi penanda waktunya shalat telah tiba.

“Saya mungkin dianggap bodoh, tapi ini tanggung jawab moral saya kepada daerah. Pokoknya, enggak boleh pemerintah main-main dalam persoalan ini,” pungkas Hazmi Hamzar.

“Sekali lagi, pendangkalan akidah adalah cara-cara yang luar biasa dan masive dilakukan oleh kelompok atau negara yang tidak beridiologi agama,” lanjutnya.(K D)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar