oleh

Teknik Menulis Berita

A. Bahan Berita

Pertama-tama kita perlu mempelajari bahan berita. Apa saja bahan-bahan berita itu? Menurut Ermanto, bahan itu bisa berupa: (1) kejadian yang tak terduga timbulnya; (2) kasus-kasus; (3) pendapat cendekiwan; (4) diskusi, seminar, lokakarya, pelatihan pejabat baru; (5) sisi-sisi kehidupan yang human interest.

1. Kejadian yang tidak terduga timbulnya

Salah satu bentuk bahan berita adalah kejadian-kejadian tidak terduga timbulnya. Bahan ini pada umumnya berbentuk kejadian alam, kecelakaan yang waktu terjadinya tidak dapat ditentukan dan tidak direncanakan, dan kriminalitas. Contohnya seperti kasus gempa bumi 27 Mei di Yogya, dan Jawa Tengah.

2. Kasus-kasus kehidupan

Bahan berita yang menarik adalah kasus-kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Umumnya berupa permasalahan atau kasus yang merugikan masyarakat. Seperti kasus lumpur panas di Sidoarjo karena pengeboran yang dilakukan PT. Lapindo Brantas, yang menyebabkan warga 7 kecamatan terancam kehilangan rumah.

3. Pendapat cendekiawan

Pendapat cendekiawan, pakar, ahli merupakan bahan berita yang dapat dijadikan berita menarik oleh wartawan. Bahan berita seperti ini akan dapat ditemukan, apabila wartawan menggali pendapat mereka dengan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang dikembangkan dari permasalahan kehidupan masyarakat tentu akan menjadi bahan berita yang menarik. Contohnya ketika terbongkarnya pemakaian formalin pembuatan tahu, masyarakat tentu ingin mengetahui analisa pakar kesehatan  tentang dampak formalin bagi manusia.

4. Kegiatan diskusi, seminar, lokakarya, peresmian, pelantikan, dan sebagainya

Diskusi, lokakarya, peresmian, pelantikan, dan sebagainya, dapat dijadikan berita. Disini ketepatan pemilihan persoalan yang diangkat dari kegiatan tersebut, sangat menentukan keberhasilan berita. Wartawan yang mampu menemukan inti permasalahan yang memiliki kebaruan, akan menghasilkan berita menarik.

5. Persoalan-persoalan hidup yang human interest

Jika seorang wartawan memiliki kejelian, maka akan menemukan banyak persoalan hidup yang bisa diangkat menjadi berita menarik. Persoalan hidup yang memiliki daya tarik manusiawi adalah bahan yang sangat tepat dijadikan berita menarik.

Kelima bahan berita ini patut mendapat perhatian dalam perencanaan berita. Beranjak dari kelima bahan berita tersebut wartawan dalam rapat redaksi dapat menentukan bahan berita apa yang akan diliput, ditulis dan akhirnya dimuat dalam medianya.

B. Sumber Bahan Berita

Ermanto dalam buku berjudul Menjadi Wartawan Handal dan Profesional berpendapat bahwa, kerja wartawan yang paling banyak dan paling berat sebenarnya bukanlah terletak pada penulisan berita, akan tetapi dalam hal pengumpulan data dan fakta. Wartawan harus menggali data-data dan fakta-fakta dan mengumpulkan sebagai modal dasar untuk menjadi berita.

M. Eko Supriyono, dalam buku Ermanto tersebut menulis bahwa selain data yang dilihat wartawan sendiri, setidaknya ada tiga sumber bahan berita, yakni:

(1) pengamatan langsung wartawan,

(2) informasi lisan dari orang-orang,

(3) informasi tertulis/bahan-bahan tertulis.

1.    Pengamatan langsung wartawan

Pengamatan langsung wartawan terhadap suatu peristiwa merupakan salah satu sumber bahan berita yang mampu menghasilkan data/fakta. Untuk membuat suatu berita yang menarik, akurat, dan benar wartawan selalu dituntut untuk terjun ke tempat kejadian. Melalui pengamatan langsung, wartawan dituntut untuk bekerja dengan teliti, jeli dan tepat dalam mengumpulkan data dan fakta. Pengamatan langsung ini disebut juga reportase atau observasi.

2. Informasi lisan dari orang-orang

Wartawan perlu melengkapi data dan fakta melalui informasi lisan dari orang-orang yang memiliki keterkaitan langsung dengan peristiwa yang diliput. Narasumber yang mengetahui benar peristiwa/kejadian yang diliput melengkapi informasi yang diperoleh wartawan dalam pengamatan langsung. Untuk memperoleh data ini diperlukan keterampilan wawancara yang baik.

3. Informasi tertulis/bahan-bahan tertulis

Informasi tertulis adalah sumber bahan berita yang akan melengkapi data dan fakta suatu kejadian. Informasi tertulis ini biasanya dapat diperoleh dari orang yang berwenang atas kejadian tersebut. Umumnya instansi resmi dan perusahaan mengeluarakan press realese untuk menjelaskan permasalahan atau peristiwa yang terjadi di instansi atau perusahaannya. Informasi tertulis dapat diambil dari buku-buku, kamus, ensiklopedia, surat kabar, majalah, dokumen-dokumen tertulis, dan sebagainya. Kegiatan memanfaatkan informasi tertulis ini disebut juga sebagai riset pustaka.

Ketiga kegiatan tersebut perlu dikuasai wartawan ketika melaksanakan tugas peliputan berita. Saat perencanaan berita, wartawan menentukan teknik peliputan yang hendak dilakukannya. Wartawan merencanakan strategi peliputan, memilih narasumber untuk wawancara, dan mengadakan riset pustaka untuk melengkapi data.

C. Bangun Berita

Sebelum melaksanakan penulisan berita ada baiknya kamu memahami dulu bangun berita.  Pemahaman ini penting agar kamu memiliki gambaran berita yang akan kamu susun.

Sebuah berita yang dibuat wartawan perlu memiliki persyaratan-persyaratan tertentu agar termasuk dalam berita yang baik. Menurut A. Pasni Sata ada beberapa persyaratan bangunan berita, yaitu:

1. memenuhi persyaratan teknis,

2. memenuhi persyaratan materi,

3. memenuhi persyaratan bentuk, dan

4. memenuhi persyaratan kebahasaan.

Persyaratan itu harus kamu perhatikan jika ingin menjadi wartawan profesional.

1. Persyaratan teknis

Secara teknis, sebuah berita harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan rumus 5W + 1H. Luwi Ishwara memberikan pegangan dasar dalam menggunakan unsur 5W+1H ini:

a. Siapa (who): Siapa yang diberitakan dalam berita?

Dapatkanlah nama lengkap dari orang-orang yang terlibat dan selalu memastikan ejaannya untuk ketelitian.

b.  Apa (what): Apa permasalahan/kejadian yang terdapat dalam berita?

Dapatkan cerita tentang apa yang terjadi. Dalam beberapa berita, seperti berita polisi, Anda mungkin ingin tahu urutan kejadiannya. Anda tidak perlu menulis beritanya secara kronologis, tetapi Anda perlu mengerti jalan ceritanya.

c.  Kapan (when): Kapan kejadiannya?

Catatlah hari dan waktu dari peristiwa itu.

d.  Di mana (where): Di mana lokasinya?

Dapatkan lokasi kejadian dan gambarkanlah.

e.  Mengapa (why): Mengapa terjadi peristiwa itu?

Mengerti apa yang menjadi penyebab peristiwa itu. Apa yang menyebabkan konflik dan bila ada bagaimana pemecahannya.

f. Bagaimana (how): Bagaimana berlangsungnya peristiwa itu?

Cari lebih banyak informasi tentang peristiwa itu. Bagaimana itu bisa terjadi?

Berita yang tidak memenuhi persyaratan teknis akan membingungkan pembaca, karena tidak tersaji dengan lengkap. Jadi, kelengkapan data dalam sebuah berita dapat diukur dengan mengajukan enam pertanyaan dari rumusan 5W + 1H, sebagai persyaratan teknis.

Contoh Lead 5 W 1H:

Nabire, MAJALAH SELANGKAH — Sepuluh orang tewas akibat mobil yang mereka tumpangi ditabrak truk di Jalan Merdeka Nabire, depan SMA YPPK Adhi Luhur, Kamis, (25/8). Kejadian itu terjadi pukul 16.00 WIT. Sore itu, kijang  Manseren DS 2128 DF yang dikendarai Oshin melaju di Jalan Merdeka menuju Oyehe. Tiba-tiba truk Anigou DS 3535 DG dalam kecepatan yang tinggi menabrak kijang itu. Kijang terseret 50 meter dari lokasi kejadian. Hingga berita ini ditulis, identitas sopir truk belum diketahui.

Siapa: sepuluh orang, Oshin, dan sopir truk Anigou

Apa: tewas (sepuluh orang tewas)

Di mana: di jalan merdeka Nabire

Kapan: Kamis, 25/8), pukul 16.00 WIT

Mengapa: mobil yang ditumpangi ditabrak truk

Bagaimana: Sore itu, kijang Manseren Ds 2128 DF yang dikendarai Oshin melaju …. dstnya.

2. Persyaratan materi

Ermanto memaparkan bahwa sebuah berita dari sudut materi harus memenuhi kebenaran dan kelengkapan fakta. Wartawan harus melakukan cek dan recek terhadap data-data atau fakta-fakta yang sudah terkumpul, tujuannya agar tidak terjadi kesalahan berita. Berita harus menyajikan data faktual, aktual dan akurat. Data yang faktual berarti data tersebut sesuai dengan kenyataan, tidak dilebihkan dan tidak pula dikurangi. Data aktual tidak hanya berarti data yang baru, tetapi juga relevan dengan pembacanya. Data yang akurat berarti data-data yang sesungguhnya terjadi.

3. Persyaratan bentuk

Berita juga memperhatikan  persyaratan bentuk. Dari sudut persyaratan bentuk, yang paling banyak digunakan dalam surat kabar adalah bentuk piramida terbalik. Berita yang memenuhi persyaratan bentuk piramida terbalik akan memudahkan kita menemukan unsur-unsur yang ada dalam berita. Kalau dilihat anatomi berita, akan ditemukan bagian-bagian penting yang mesti ada dalam berita. Bagian-bagian penting dalam berita, yaitu: (1) judul berita (head line), (2) baris tempat peristiwa (date line), seperti:  New York, Kompas;  DIY, Bernas. (3) teras berita (lead/intro), dan (4) tubuh berita (body).

Bentuk berita piramida terbalik banyak dipakai di media massa harian, tetapi untuk media massa mingguan, bahkan bulanan lebih banyak ke bentuk tulisan reportase dan feature yang berbeda dengan bentuk piramida terbalik berita langsung. Reportase dan feature mengutamakan alur cerita yang menarik pembaca dan informasi penting terutama 5W+1H tidak melulu berada di teras berita. Semua bagian dalam tulisan laporan atau reportase dan feature lalu menjadi penting, dan tak bisa dipenggal sembarangan.

Untuk mempermudah pembaca menikmati menu bacaan, pelaku media biasanya membagi media, dalam beberapa rubrik. Topik rubrik biasanya ditulis di atas judul. Seperti Majalah Tempo edisi 8-14 Mei 2006, jika diurutkan abjad rubriknya terdiri dari: album, bahasa, buku, catatan pinggir, etalase, film, ilmu dan teknologi, inovasi, kesehatan, lingkungan, luar negeri, nasional, olahraga, opini, pendidikan, peristiwa, pokok dan tokoh, teknologi informasi, wawancara.  Sementara majalah Gatra, no.09 tahun XII. Membagi rubriknya berikut ini: dari pembaca, ekonomi, esai, film, gatrasiana, hukum, ilmu dan teknologi, internasional, intrik, kolom, kriminalitas, meskipun tetapi, rona niaga, seni, techie, dan teropong. Judul rubrik di dua majalah tersebut diambil dari topik berita yang diangkat.

4. Persyaratan kebahasaan

Bahasa yang digunakan dalam penulisan berita harus memenuhi ketentuan bahasa jurnalistik. Bahasa Jurnalistik atau bahasa pers menurut H. Rosihan Anwar dalam buku Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, adalah salah satu ragam bahasa. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.

Ermanto menegaskan bahwa sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, bahasa jurnalistik itu harus mengacu dan mengikuti bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam penggunaannya, bahasa jurnalistik lebih tepat disebut dengan bahasa Indonesia khas jurnalistik. Artinya, selain mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, struktur bahasa Indonesia yang benar, serta kosakata yang baku, bahasa jurnalistik juga memiliki kekhasan tersendiri dalam penggunaannya.

Kekhasan bahasa jurnalistik ini dirangkum oleh Patmono SK, dalam buku Teknik Jurnalistik, dalam tiga ketentuan:

1. Kalimat pendek

Dalam jurnalistik, penggunaan kalimat pendek merupakan pilihan utama. Hal ini dimaksudkan agar pokok persoalan dapat dengan mudah dimengerti pembaca. Dalam tulisan jurnalistik satu kalimat berisi satu ide.

Contoh 1

Penyanyi Ari Lasso (33) tak pernah lepas dari buku. Mantan vokalis Dewa 19 yang kini bersolo karier itu selalu membawa buku kemana pun pergi. Buku itu dibaca Ari ketika ada waktu luang di antara kegiatannya.

Maksud hati sekedar mengisi waktu luang, namun Ari justru mendapat banyak hal dari buku-buku yang dibacanya. Salah satunya, mendapat inspirasi untuk membuat lirik lagu.

2. Kalimat aktif

Agar suatu tulisan dapat menarik pembaca, wartawan harus mampu menghidupkan kalimat yang ditulisnya. Pengunaan kalimat aktif merupakan ketentuan yang perlu dipatuhi. Ketentuan penggunaan kalimat aktif ini memang tidak mutlak, ada kalanya kalimat pasif digunakan untuk memberikan tekanan pada objeknya. Intinya wartawan harus dapat menonjolkan berita agar jadi hidup.

Contoh 2

Meski kadang menyebalkan dan kalau kadang menggigit suka bikin gatal, semut memiliki perilaku yang bisa ditiru. Kehidupan mereka dalam koloni yang mengutamakan persatuan, kesatuan, dan kerja sama, menjadi inspirasi pengarang fabel sejak lama.

3. Bahasa positif

Suatu laporan akan menarik apabila ditulis dengan bahasa positif. Wartawan yang baik, menyampaikan berita dalam bahasa yang positif, tidak dengan pengungkapan yang negatif. Dengan bahasa yang positif, berita akan menjadi tegas. Contohnya, dalam pemberitaan olahraga, wartawan menulis, “Italia mengalahkan Perancis dalam final Piala Dunia 2006” berita ini tegas, dan langsung dapat dimengerti pembaca, dibandingkan tulisan “Perancis tidak berhasil mengalahkan Italia dalam final Piala Dunia 2006”. Kata tidak merupakan kata negatif. Walaupun memiliki makna yang sama namun pemakaian bahasa negatif di atas membuat berita kurang tegas dan jelas.

D. Aspek Penentu Nilai Berita

Wartawan juga harus mempertimbangkan apakah berita yang akan dimuat itu menarik perhatian pembaca? Apakah peristiwa itu pantas diberitakan di media massa? Pertimbangan untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah kejadian/kegiatan diberitakan perlu dilakukan wartawan sebelum mengumpulkan data/fakta. Sehingga, kegiatan ini masuk dalam perencanaan berita.

Kejadian yang layak diberitakan berarti memiliki nilai berita. Ermanto menulis ada delapan aspek penentu nilai berita, yaitu: (1) aspek waktu, (2) aspek jarak, (3) aspek penting/ternama, (4) aspek akibat/ dampak, (5) aspek keluarbiasaan, (6) aspek pertentangan/konflik, (7) aspek kemajuan/kebaruan, (8) aspek human interest.

1. Aspek waktu

Waktu terjadinya suatu peristiwa/kegiatan sangat menentukan pantas tidaknya untuk diberitakan. Hal ini sering disebut dengan kelayakan berita. Wartawan harus tahu bahwa peristiwa atau kegiatan yang layak untuk diberitakan adalah yang relatif baru.

2. Aspek jarak

Jarak antara peristiwa berlangsung dengan pembaca, ikut menentukan layak suatu berita. Peristiwa/kegiatan itu akan layak diberitakan adalah yang jaraknya relatif dekat dengan pembaca. Kedekatan peristiwa dengan pembaca, bisa secara geografis maupun emosional.

3. Aspek penting/ternama

Sebuah peristiwa juga memiliki berita apabila dialami oleh orang penting atau terkenal. Sisi kehidupan yang biasa saja tidak akan menjadi berita yang bernilai apabila dialami oleh orang-orang biasa saja. Namun, akan menjadi berita yang bernilai apabila dialami oleh orang yang terkenal.

4. Aspek akibat/dampak

Peristiwa yang menimbulkan dampak atau akibat yang besar bagi masyarakat juga menentukan bernilai atau tidaknya sebuah berita. Peristiwa yang memiliki dampak luas dan besar terhadap kehidupan masyarakat, perlu menjadi perhatian para wartawan untuk memberitakannya.

5. Aspek keluarbiasaan

Aspek keluarbiasaan yang dialami atau ditemui manusia dalam kehidupan juga menentukan kelayakan untuk menjadi berita; peristiwa atau hal yang luar biasa dapat menjadi berita yang muat untuk media massa. Hal yang luar biasa, biasanya akan menarik perhatian banyak pembaca.

6. Aspek pertentangan/konflik

Aspek pertentangan atau konflik yang terdapat dalam suatu peristiwa ikut menentukan layak tidaknya untuk diberitakan. Masalah yang mengandung konflik biasanya mengundang perhatian masyarakat. Aspek pertentang itu misalnya: peperangan, perkelahian, pertarungan, pertandingan, dan pertikaian. Semua itu memiliki nilai berita.

7. Aspek kemajuan/kebaruan

Sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi kehidupan manusia adalah hal yang sangat layak untuk diberitakan. Hasil pemikiran, penemuan, karya nyata, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, bisa diangkat menjadi berita.

8. Aspek human interest

Peristiwa kehidupan manusia yang memiliki daya tarik manusiawi (human interest) juga akan memiliki nilai berita. Hal ini akan menyentuh lubuk hati manusia, mungkin berupa kekaguman, iba, ketakjuban, atau mungkin haru.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 komentar

  1. Ping-balik: kojic acid soap